Berapa
kandungan amilosa dan amilopektin pada jagung, sagu, padi (nasi), gandum,
kentang, dan ubi kayu ?
Jawaban
Amilum adalah jenis polisakarida yang
banyak terdapat dialam, yaitu sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun,
batang, dan biji-bijian.
Amilum merupakan suatu senyawa organik
yang tersebar luas pada kandungan tanaman. Amilum dihasilkan dari dalam
daun-daun hijau sebagai wujud penyimpanan sementara dari produk fotosintesis.
Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman,
dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi.
Amilum merupakan 50-65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi
kentang.
Pati
tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera)
sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu
pekat padates iodin sedangkan
amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa
tuntas dijelaskan.
Amilum terdiri dari dua macam
polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa
(kira-kira 20 – 28 %) dan sisanya amilopektin.
a) Amilosa : Terdiri atas 250-300 unit
D-glukosa yang berikatan dengan ikatan α 1,4 glikosidik. Jadi molekulnya
menyerupai rantai terbuka.
b) Amilopektin: Terdiri atas molekul
D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4- glikosidik dan sebagian
ikatan 1,6-glikosidik. adanya ikatan 1,6-glikosidik menyebabkan terdjadinya
cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang.
Molekul amilopektin lebih besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas
lebih 1000 unit glukosa.
A. JAGUNG
Komposisi amilosa dan amilopektin di
dalam biji jagung terkendali secara genetik. Secara umum, baik jagung yang
mempunyai tipe endosperma gigi kuda (dent) maupun mutiara (flint), mengandung
amilosa 25-30% dan amilopektin 70-75%. Namun jagung pulut (waxy maize) dapat
mengandung 100% amilopektin. Suatu mutan endosperma yang disebut
amylose-extender (ae) dapat menginduksi peningkatan nisbah amilosa sampai 50% atau
lebih. Gen lain, baik sendiri maupun kombinasi, juga dapat memodifikasi nisbah
amilosa dan amilopektin dalam pati jagung.
Amilopektin berpengaruh terhadap sifat
sensoris jagung, terutama tekstur dan rasa. Pada prinsipnya, semakin tinggi
kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen, dan enak.
Komposisi tersebut juga berpengaruh terhadap sifat amilografinya. Kandungan
amilosa beberapa varietas lokal dan unggul nasional dapat dilihat pada Tabel 3
(Suarni 2005).
Amilosa
dan Amilopektin Pati Dibanding sumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis
pati, mulai dari amilopektin rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan
menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung
74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin,
jenis amilomaize mengandung 20% amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung
manis mengandung sejumlah sukrosa di samping pati.
Jagung
normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampirtidak beramilosa,
jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis mengandung 22,8%
amilosa. Amilosa memiliki 490 unit glukosa per molekul dengan rantai lurus 1-4
a glukosida, sedangkan amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul dengan
ikatan rantai lurus 1-4 a glukosida dan rantai cabang 1,6- a glukosida.
B. SAGU
Sagu adalah jenis makanan yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Jenis makanan ini banyak ditemui di
wilayah Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Irian serta sebagian di
wilayah Sulawesi. Kandungan amilum pada sagu adalah sekitar 59.8%. Pada
dasarnya sagu menjadi bahan makanan pokok pengganti nasi bagi masyarakat yang
minim akan tanaman padi. Beras hanya dikonsumsi pada saat waktu tertentu saja,
selebihnya mereka akan mengkonsumsi sagu, jagung, umbi-umbian dan ketela. Jenis
makanan pokok ini berasal dari sari pati umbi-umbian, sering digunakan sebagai
bahan makanan lainnya. Sagu sebenarnya memiliki peran yang sama seperti beras
dan jagung pada umumnya yaitu sebagai sumber makanan pokok yang mengandung
unsur karbohidrat.
Pati sagu tersusun atas dua fraksi
penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang
merupakan fraksi cabang. Fraksi terlarutnya adalah amilosa dengan kadar ±27%
dengan struktur linier, sedangkan fraksi tidak terlarutnya adalah amilopektin
dengan kadar ±73% dengan struktur bercabang (Yazid, et.al, 2006). Berdasarkan
kandungan amilosanya, pati dibagi menjadi empat golongan, yaitu : Pati dengan
kadar amilosanya tinggi (25 – 33 %); Pati dengan kadar amilosa menengah (20 –
25 %); Pati dengan kadar amilosa rendah (9 – 20 %); dan pati dengan kadar
amilosa sangat rendah (< 9 %) (Winarno,2002).
Sagu memiliki kandungan karbohidrat,
protein, lemak, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut,
sagu berpotensi dijadikan sebagai bahan baku sirup glukosa yang dapat
meningkatkan nilai tambah sagu. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73%
amilopektin.
Perbandingan komposisi kadar amilosa dan amilopektin akan
mempengaruhi sifat pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka pati bersifat kurang
kering, kurang lekat dan mudah menyerap air (higroskopis). Komposisi kimia sagu
asal Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tepung Sagu adalah bahan makanan
yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tepung Sagu mengandung
energi sebesar 209 kilokalori, protein 0,3 gram, karbohidrat 51,6 gram, lemak
0,2 gram, kalsium 27 miligram, fosfor 13 miligram, dan zat besi 0,6
miligram. Selain itu di dalam Tepung Sagu juga terkandung vitamin A
sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,01 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil
tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Tepung Sagu,
dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %.
Tepung sagu kaya dengan karbohidrat
(pati) namun sangat miskin gizi lainnya. 100 gram sagu kering setara dengan 355
kalori. Di dalamnya rata-rata terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein,
0,5 gram serat, 10 mg kalsium, 1,2 mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan
asam askorbat dalam jumlah kecil.
Walaupun
gizi yang dikandung tidak tinggi, sagu juga mempunyai beberapa manfaat yang
baik bagi tubuh. Diantaranya adalah tidak cepat meningkatkan kadar glukosa
dalam darah sehingga cukup aman dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus.
Serat pangan pada sagu memiliki zat yang bisa berfungsi sebagai pre-biotik,
menjaga mikroflora usus, meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi resiko
terjadinya kanker usus, mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, mengurangi
kegemukan, mempermudah buang air besar.
Sagu juga sering dikonsumsi bagi yang
sedang diet karena dapat memberikan efek mengenyangkan, tetapi tidak
menyebabkan gemuk. Untuk mengimbangi kandungan gizinya yang tidak terlalu
tinggi, ada baiknya olahan sagu ditambah bahan-bahan kaya protein dan sayur
mayur. Seperti Dunui atau bubur sagu, sako-sako, Nasi sagu (Hinole), Kue Kering
(Bagea). Di daerah maluku sagu dapat pula di olah menjadi Sagu Keju,
Ketupat Sayur, dan Bubur Kacang Hijau Sagu.
C. PADI
(NASI)
Amilopektin merupakan polimer glukosa
yang memiliki banyak percabangan. Amilopektin disusun oleh 20-30 unit glukosa
dengan ikatan 1,4 alpha glukosidik pada rantai lurus dan pada percabangan
dihubungkan oleh ikatan 1,6 alpha glukosidik (Reed, 1975). Berdasarkan berat
molekulnya diketahui bahwa amilopektin terdiri atas 1000 atau lebih unit
glukosa ( Meyer, 1973 ). Amilopektin dengan struktur bercabang ini cenderung
bersifat lengket.
Perbandingan komposisi kedua golongan
pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan
tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Beras Ketan hampir
seluruhnya didominasi oleh amilopektin sehingga bersifat sangat lekat,
sedangkan beras pera memiliki kandungan amilosa lebih dari 20% yang membuat
butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.
Menurut Winarno (1984) beras ketan
tidak memiliki amilosa karena hanya mengandung 1-2% sehingga termasuk golongan
beras dengan kandungan amilosa sangat rendah (< 9%). Berdasarkan pada berat
kering, beras ketan putih mengandung senyawa pati sebanyak 90%, yang terdiri
dari amilosa 1-2% dan amilopektin 88-89% . Dengan demikian amilopektin
merupakan penyusun terbanyak dalam beras ketan (Juliano , 1972).
Jenis beras yang berbeda
mempunyai perbandingan atau rasio kandungan amilosa-amilopektin yang
berbeda pula. Rasio ini merupakan penentu utama bagi tekstur nasi ataupun
hasil olahan berbasis beras lainnya. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras
dikelompokkan menjadi beras dengan amilosa rendah yaitu antara 9-20%, amilosa
menengah yaitu 20-25%, dan amilosa tinggi yaitu lebih dari 25%. Pada beras
ketan hanya mengandung 0-2% amilosa.
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras
dibagi menjadi empat golongan, yaitu ketan (2-9 persen), beras beramilosa
rendah (9-20 persen), beras beramilosa sedang (20-25 persen) dan beras
beramilosa tinggi (25-33 persen). Secara umum, beras memiliki bentuk polygonal
bulat dengan ukuran bulat 3-8 mikron, dan suhu gelatinisasi 68-78oC.
Perbandingan antara amilosa dan
amilopektin ini dijadikan dasar atau merupakan factor tunggal dalam menentukan
mutu rasa dan tekstur nasi. Kandungan amilosa tersebut berkorelasi positif
dengan tingkat kelemahan, kelengketan, warna dan kilap. Semakin tinggi kadar
amilosa volume nasi yang diperoleh makin besar tanpa kecenderungan mengempes,
hal ini dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan retrogadasi yang lebih besar.
Beras dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering,
sebaliknya beras dengan kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket
dan lunak. Semakin tinggi kandungan atau kadar amylose yang terkandung, maka
akan semakin berkurang keenakan rasanya karena semakin tinggi kadar amylose
yang terkandung, maka struktur nasi yang diperoleh akan semakin keras dan
mempunyai struktur pisah-pisah.
D. GANDUM
Gandum (Triticum spp.) merupakan
tanaman serealia dari suku padi-padian yang kaya akan karbohidrat. Selain
sebagai bahan makanan, gandum dapat pula diolah sebagai bahan-bahan industri
yang penting, baik bentuk karbohidrat utamanya atau komponen lainnya.
Kandungan amilosa dalam pati gandum
adalah 25% sedangkan amilopektinnya sebesar 75%. Dalam produk makanan,
amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk
makan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat
ringan, porus, garing dan renyah. Hal ini dikarenakan amilopektin memiliki
sifat mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. Kebalikannya pati dengan
kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal,
karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Pudjihastuti, 2010). Oleh
karena itulah tepung gandum utuh cocok digunakan untuk pembuatan roti dan kue
karena pati gandum mengandung amilopektin yang tinggi yang sangat berpengaruh
terhadap swelling properties (sifat mengembang pada pati).
Kadar amilosa pada gandum berhubungan
dengan indeks glisemiknya dan daya cerna pati. Kandungan amilosa dalam gandum
utuh yang cukup tinggi yaitu sebesar 25%, menyebabkan daya cerna pati serta
indeks glisemik gandum yang rendah. Indeks glisemik gandum utuh adalah 55-69
(Foster dan Miler, 1995). Indeks glisemik dan daya cerna pati yang rendah
menyebabkan proses pencernaan karbohidrat di dalam tubuh lamban karena
karbohidrat tidak langsung dicerna menjadi gula darah, sehingga makanan olahan
yang berasal dari gandum utuh sangat baik untuk penederita diabetes mellitus.
E.
KENTANG
Kandungan
karbohidrat pada kentang mencapai sekitar 18 persen, protein 2,4 persen dan
lemak 0,1 persen. Total energi yang diperoleh dari 100 gram kentang adalah
sekitar 80 kkal.Dibandingkan beras, kandungan karbohidrat, protein, lemak, dan
energi kentang lebih rendah. Namun, jika dibandingkan dengan umbi-umbian lain
seperti singkong, ubi jalar, dan talas, komposisi gizi kentang masih relatif
lebih baik. Kentang merupakan satu-satunya jenis umbi yang kaya vitamin C,
kadarnya mencapai 31 miligram per 100 gram bagian kentang yang dapat dimakan.
Umbi-umbian lainnya sangat miskin akan vitamin C. Kebutuhan vitamin C sehari 60
mg, untuk memenuhinya cukup dengan 200 gram kentang. Kadar vitamin lain yang
cukup menonjol adalah niasin dan B1 (tiamin). Dengan mengkonsumsi sebuah umbi kentang
yang berukuran sedang, sepertiga kebutuhan vitamin C (33 persen) telah
tercapai. Demikian juga halnya dengan sebagian besar kebutuhan akan vitamin B
dan zat besi.
Kandungan amilum pada kentang adalah
sekitar 59,7%. Bentuk dominan dari karbohidrat ini adalah pati. Bila digoreng,
kentang hanya akan mengandung karbohidrat sebesar 27%. Sedangkan penyajian
dalam bentuk direbus, akan memberikan karbohidrat yang lebih besar, yaitu
sebesar 35%.
F. UBI KAYU
Tapioka adalah pati yang diperoleh dari
hasil ekstrak ubi kayu, dimana pati itu terdiri dari dua fraksi yang dapat
dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan yang tidak
larut disebut amilopektin. Tepung tapioca mengandung 17 % amilosa dan 83 %
amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat kelarutan
dan derajat gelatinisasi pati.
Analisis terhadap akar ubi kayu yang
khas mengidentifikasikan kadar air 70%, pati 24%, serat 2%, protein 1% serta
komponen lain (mineral, lemak, gula) 3%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar