Suatu ketika, ada seorang pemuda yang mendapat warisan dari
orangtuanya. Karena tergolong keluarga sederhana, ia hanya mendapat sedikit
uang dan beberapa buah buku. Sebelum meninggal, ayahnya berpesan, “Anakku,
buku-buku ini adalah harta yang tak terhingga nilainya. Ayah berikan kepadamu,
baca dan pelajarilah. Mudah-mudahan kelak nasibmu bisa berubah lebih
baik. Dan ini sedikit uang, pakailah untuk menyambung hidup dan bekerjalah
dengan rajin untuk menghidupi dirimu sendiri.”
Tak berapa lama, uang yang ditinggalkan pun habis terpakai.
Sejenak ia melongok buku-buku peninggalan ayahnya. Ia teringat pesan dari
orangtuanya agar belajar dari buku tersebut. Karena malas, ia mengambil jalan
pintas. Buku itu dijual kepada teman yang mau membeli karena kasihan. Sebagai
gantinya, ia mendapatkan beras untuk makan sehari-hari.
Beberapa saat kemudian, si pemuda harus mulai bekerja kasar demi
menyambung hidup. Yang membuatnya heran, teman yang dulu membeli bukunya, kini
hidupnya kelihatan nyaman dan semakin maju. Karena penasaran ingin tahu, apa
yang membuat teman tadi bisa berhasil hidupnya, dia mendatangi dan bertanya.
Meski sempat tidak mau membuka rahasia, setelah didesak dan
kasihan melihat nasib si pemuda, akhirnya si teman terbuka. “Sebenarnya, aku
sangat terbantu dengan buku yang kamu jual padaku. Dulu aku beli buku itu
karena kasihan kepadamu. Kubiarkan saja berdebu di sudut kamar. Suatu hari,
iseng karena ingin tahu, kubaca dan ternyata, wahh…isinya bagus sekali! Sebuah
pelajaran hidup yang luar biasa.”
“Bukan itu saja,” sambung temannya. “Di dalam buku itu terselip
pesan, agar si pembaca setelah menguasai isi buku tersebut mau praktik dengan
sungguh-sungguh. Sungguh, aku beruntung aku mendapat buku itu darimu. Lihat,
hidupku jadi berubah. Sebenarnya, dari mana buku-bukumu itu berasal?”
Mendengar cerita temannya itu, si pemuda sangat menyesal. Harta
peninggalan ayahnya ternyata jauh lebih berharga dari yang ia kira. Karena
malas membaca, kini ia hanya jadi pekerja kasar yang hidup ala kadarnya.
“Buku itu sebenarnya warisan dari orangtuaku,” jawab si pemuda.
“Jujur, aku malas membacanya dan tidak tahu kalau ayahku menyimpan pesan yang
sangat berharga. Sungguh, aku menyesal. Teman, boleh aku pinjam kembali
buku-buku itu untuk memulai hidupku yang baru? Aku ingin bisa mengubah hidupku
menjadi lebih baik.”
Demikianlah, banyak hal yang kadang tak kita mengerti dari
pilihan-pilihan yang kita jalani. Sering mengundang penyesalan, seperti si
pemuda tadi. Tapi bagi yang mau belajar, setiap kegagalan, setiap kesalahan
pasti punya nilai pembelajaran. Maka, ada ungkapan “hal yang sudah berlalu tak
perlu disesali”. Sudah sepatutnya kata-kata bijak tadi kita jadikan pegangan
hidup. Jika hari ini kita gagal, kita siap bangkit lagi!
Mari, jangan sesali yang sudah berlalu, jangan pula takut pada
masa depan. Kita belajar dari banyak kesalahan dan segala ketidaknyamanan,
untuk mengambil pilihan yang ada pada hari ini sebagai dasar pijakan meraih
keberhasilan yang lebih membanggakan. Tetap berjuang!