Pengantar Senyawa Organik
Ilmu kimia adalah cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang komposisi, struktur, sifat-sifat dan
perubahan-perubahan dari materi serta energi yang menyertainya. Pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat dari ilmu kimia telah menyebabkan perlunya pemisahan ke
dalam sejumlah bidang kimia yang lebih khusus. Dewasa ini kita mengenal antara
lain kimia fisika, kimia analisis, biokimia, kimia anorganik, serta kimia
organik.
Senyawa organik merupakan senyawa
yang sudah dikenal lama dalam kehidupan manusia. Sejak dahulu, mesir kuno telah
menggunakan pewarna indigo dan alizarin untuk mewarnai kain. Mereka juga telah
mampu mengawetkan mayat (mumi) menggunakan formalin. Di tempat lain,
orang-orang Phoenix menggunakan warna “ungu kerajaan” yang diperoleh dari
molusca sebagai bahan pewarna kain. Ilmu kimia yang mempelajari senyawa-senyawa
organik dinamakan kimia organik. Sebagai ilmu tersendiri, kimia organik baru
berkembang sejak sekitar 200 tahun yang lalu.
Sampai awal abad XIX, kimia organik
(sesuai dengan namanya), didefinisikan oleh para ahli sebagai ilmu kimia yang
mempelajari senyawa yang datang dari benda hidup. Pada waktu itu, bahkan para
ahli berkeyakinan bahwa tidak mungkin mensintesis (membuat) suatu senyawa
organik tanpa melalui proses metabolisme makhluk hidup (kekuatan vital atau vital
force). Senyawa-senyawa kimia seperti urea dan gula hanya bisa dibuat oleh
makhluk hidup, dan belum ada sampai saat itu metode yang dapat dilakukan untuk
membuat urea atau gula dari benda mati atau anorganik. Jadi, kimia organik
adalah lawan dari kimia anorganik.
Sejak zaman purba manusia telah
menggunakan zat-zat yg diambil atau diisolasi dari organisme hidup baik
tumbuhan maupun hewan. Untuk membuat obat orang merebus daun-daun, kulit kayu,
atau akar tumbuhan dengan air. Air rebusan ini tanpa difahami oleh perebusnya,
pada hakekatnya mengandung ” zat-zat organik ” atau zat-zat yg berasal dari
organisme hidup, yg berkhasiat bagi penyembuhan berbagai penyakit, atau
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh. Rebusan daun kumis kucing,
dikenal untuk obat kencing batu, demikian juga kita mengenal rebusan-rebusan
obat seperti rebusan daun saga, kulit kina, atau jamu godokan. Karena za-zat di
atas berasal dari makhluk hidup maka zat tersebut disebut senyawa organik.
Dengan demikian ilmu kimia yang mempelajari senyawa itu disebut ilmu kimia
organik. sebaliknya senyawa-senyawa yang bukan berasal dari makhluk hidup
disebut senyawa anorganik.
Dalam tubuh makhluk hidup mempunyai
sifat-sifat dan struktur yang berbeda dengan yg berasal dari bukan makhluk
hidup. Keyakinan ini mendorong munculnya doktrin “daya hidup” atau “vital
force“, yg merupakan sisa-sisa dari mistik sebelumnya. Oleh karena semua
senyawa organik yg diketahui pada awal abad ke 19 bersumber dari makhluk hidup,
baik hewan maupun tumbuhan, terdapat perasaan yg kuat bahwa zat-zat organik
memiliki “daya hidup” yg khusus. Pada masa itu sebagian besar kimiawan percaya
bahwa senyawa-senyawa organik yg memiliki daya hidup tersebut tidak dapat
dibuat atau disintesis dilaboratorium dari zat-zat anorganik. Dari uraian di
atas kita dapat mengerti bahwa suatu kepercayaan yg berbau mistik semacam “vital
force” itu dapat menghambat perkembangan ilmu pengetahuan akan tetapi
berkat terusnya dilakukan penelitian yg intensif, kepercayaan akan vital
force akhirnya musnah.
Untuk itu, pada tahun 1770, seorang
ahli kimia Swedia yang bernama Torbern Bergman, mendefinisikan kimia organik
sebagai ilmu yang mempelajari senyawa-senyawa yang diambil dari organisme
hidup, dan senyawa-senyawa tersebut membutuhkan kekuatan vital (organisme)
untuk membuatnya.Selanjutnya, pada tahun 1784 Lavoisier untuk pertama kalinya
menemukan bahwa unsur penyusun utama senyawa organik adalah C, H, dan O. Dan
pada tahun 1811-1831, Justus Liebig, J.J. Berzelius, dan J.B.A. Dumas
mengembangkan metode kuantitatif untuk menentukan komposisi senyawa
organik.
Keyakinan para ilmuwan bahwa senyawa
organik harus berasal dari makhluk hidup, hanya bertahan selama 6 dasawarsa.
Pada tahun 1828, salah seorang murid Berzelius yaitu Friederich Wohler, secara
tidak sengaja mampu mensintesis urea dari senyawa anorganik. Pada waktu
itu, dia sedang mereaksikan larutan perak sianat (AgOCN) dengan larutan amonium
klorida (NH4Cl). Reaksi ini menghasilkan larutan amonium sianat (NH4OCN)
dan endapan perak klorida (AgCl). Setelah dipisahkan, dia ingin mendapatkan
kristal amonium sianat dengan cara memanaskan larutan amonium sianat. Ternyata,
karena pemanasan terlalu lama, senyawa tersebut memang mengkristal, namum berubah
menjadi urea [(NH2)2CO].
Kejadian ini menggemparkan dunia kimia pada waktu itu, urea yang merupakan
senyawa organik, dapat dibuat dari amonium sianat yang merupakan senyawa
anorganik. Semenjak itu, banyak sintesis senyawa organik yang dilakukan di
laboratorium.
Karena kejadian itu pula (dan sintesis senyawa organik di laboratorium
lainnya), definisi kimia organik pun berubah. Tahun 1861, Friederich Kekule
mengusulkan bahwa kimia organik harus didefinisikan sebagai cabang
ilmu kimia yang mempelajari senyawa-senyawa karbon. Akan tetapi, sebenarnya
definisi ini pun tidaklah terlalu tepat, karena sebagiamana akan dipelajari,
ada pula senyawa karbon yang bukan organik.
Meskipun begitu, definisi ini lebih tepat karena memang semua senyawa
organik mengandung karbon, sementara senyawa karbon yang bukan organik jenisnya
hanya sedikit. Berikut ini tabel yang akan memberikan gambaran beberapa
perbedaan antara senyawa karbon organik dengan senyawa karbon anorganik.
Pada tahun 1828 Friedrich Wöhler (1800-1882)
kimiawan dari Jerman berhasil mensintesa senyawa organik dari senyawa
anorganik, yaitu dari amonium tiosianat/NH4OCN yang
dipanaskan menghasilkan urea (H2N-CO-NH2), dengan reaksi :
KOCN + NH4CL
→ KCl + NH4OCN (senyawa
anorganik)
NH4OCN
→ H2N – CO – NH2
(senyawa organik)
Klasifikasi senyawa Organik
Mengingat jumlah senyawa organik
dari yang telah diidentifikasi sedemikian besar-nya, bahkan dari waktu ke
wakrtu senantiasa bertambah, maka untuk mempermudah dalam mempelajarinya perlu
adanya klasifikasi. Langkah klasifikasi ini dimungkinkan karena kenyataan
menunjukkan bahwa terdapat sejumlah senyawa organik yang memperlihatkan
kesamaan dalam hal tertentu. Kesamaan itulah yang memungkinkan senyawa-senyawa
tersebut dimasukkan dalam satu kelompok / golongan.
a)
Dasar klasifikasi senyawa organik
1.
Kerangka atom karbon yang terdapat dalam struktur
kimia
2.
Jenis unsur-unsur penyusunnya.
3.
Gugus fungsi yang dimilikinya
b)
Tiga golongan besar senyawa organik
1.
Golongan senyawa alifatik dan alisiklik.
2.
Golongan senyawa homosiklik atau karbosiklik
(alisiklik dan aromatik)
3.
Golongan senyawa heterosiklik.
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak
menjumpai senyawa, baik senyawa organik maupun anorganik. Senyawa organik
sangat banyak jenisnya, sehingga perlu adanya penggolongan senyawa organik.
1.
Senyawa
siklik:
senyawa yang mempunyai rantai karbon tertutup.
2.
Senyawa
alifatik:
senyawa yang mempunyai rantai karbon terbuka.
3.
Senyawa
homosiklik:
senyawa siklik yang atom lingkarnya hanya tersusun oleh atom karbon.
4.
Senyawa
heterosiklik :
senyawa siklik yang atom lingkarnya, selain tersusun dari atom C (karbon) juga
tersusun oleh atom lain, misalnya : O, N, dan S.
5.
Senyawa
polisiklik:
senyawa yang mempunyai lebih dari dua struktur lingkar atom karbon.
6.
Senyawa
alisiklik :
senyawa siklik yang mempunyai sifat-sifat seperti senyawa alifatik.
7.
Senyawa
aromatik :
senyawa siklik yang tersusun oleh beberapa atom karbon membentuk segi lima,
segi enam secara beraturan dan mempunyai ikatan rangkap yang terkonjugasi
dengan ketentuan :
Tiap atom dalam cincin harus mempunyai orbital p yang
tersedia untuk pengikatan, bentuk cincin harus datar, harus terdapat (4n+2)
elektron π dalam cincin itu (aturan Huckel).
Gugus Fungsi
Yang dimaksud dengan gugus fungsi
adalah atom atau kumpulan atom yang menandai suatu golongan senyawa organik,
dan juga menentukan sifat-sifat golongan senyawa organik yang disebutkan dalam
pengertian gugus fungsi tersebut hanya dibatasi pada sifat-sifat kimia, maka
fungsinya sebagai penentu terlihat pada reaksi-reaksinya. Dengan demikian bila
gugus fungsi sejumlah senyawa sama, dapat diduga bahwa reaksi-reaksinya banyak
kesamaannya.
Gugus-gugus fungsi yang umum
1. Gugus OH (
hidroksil) , gugus ini terdapat pada alkohol dan fenol
2. Gugus C = O
( karbonil), terdapat pada golongan aldehida dan keton.
3. Gugus COOH
(Karboksil), gugus merupakan kombinasi antara gugus –C=O (karbonil) dan gugus
–OH (hidroksil). Dari kombinasi nama kedua gugus itu pulahlah diperoleh nama
karboksil. Gugus karboksil adalah gugus fungsi pada golongan asam karboksilat.
4. Gugus
-NH2 ( amino ), terdapat pada senyawa amina primer dan asam amino.
5. Gugus
-OR ( alkoksi ), gugus alkoksi terdapat pada golongan eter.
6. Gugus -NHR
dan -NR1R2, kedua gugus ini merupakan turunan dari
gugus -NH2, dan terdapat pada amina primer dan amina sekunder.
7. Gugus-gugus
turunan dari -COOH (karboksilat ).
Tabel
Golongan senyawa dan gugus fungsionalnya
Golongan
Senyawa
|
Rumus
|
Gugus
Fungsional
|
Rumus
|
Alkena
|
R2
- C = C - R2
|
Ikatan
rangkap dua karbon-karbon
|
b
∕
C=C
∕
b
|
Alkuna
|
R
- C º C – R
|
Ikatan rangkap tiga karbon-karbon
|
-
C º C -
|
Alkohol
|
R
– OH
|
Gugus
hidroksi
|
-
OH
|
Eter
|
R
– OR
|
Gugus
alkoksi
|
-
OR
|
Aldehid
|
O
║
R-CH
|
Gugus
aldehid
|
O
║
-
CH
|
Keton
|
O
║
R
- C – R
|
Gugus
keton
|
O
║
-
C -
|
Asam
karboksilat
|
O
║
R
- C – OH
|
Gugus
karboksilat
|
O
║
-
C - OH
|
Ester
|
O
║
R
- C – OR
|
Gugus
ester
|
O
║
-
C- OR
|
Amida
|
O
O
║
║
R-CNH2,
R-CNHR
O
║
R
- CNR2
|
Gugus
amida
|
O
O
║
║
-
CNH2, - CNHR
O
║
-
CNR2
|
Amina
|
R-NH2,
R-NHR,
R-NR2
|
Gugus
amino
|
-NH2,
-NHR, -NR2
|
Reaksi Senyawa Organik
1.
Reaksi Substitusi
Reaksi ini merupakan salah satu reaksi kimia organik,
reaksi substitusi merupakan reaksi yang terjadi akibat penggantian sebuah atom
senyawa hidrokarbon oleh atom senyawa lain. Reaksi ini umumnya terjadi pada
senyawa alkana atau senyawa jenuh dimana enyawa alkana ini mampu mengalami
reaksi substitusi dengan halogen.
Mekanisme
dari substitusi aromatik elektrofilik
1. Reaksi substitusi nukleofilik
Pada reaksi
substitusi nukleofilik atom/ gugus yang diganti mempunyai elektronegativitas
lebih besar dari atom C, dan atom/gugus pengganti adalah suatu nukleofil, baik
nukleofil netral atau nukleofil yang bermuatan negatif. Reaktivitas relatif
dalam reaksi substitusi nukleofilik dipengaruhi oleh reaktivitas nukleofil,
struktur alkilhalida dan sifat dari gugus terlepas. Reaktivitas nukleofil
dipengaruhi oleh basisitas, kemampuan mengalami polarisasi, dan solvasi.
2. Reaksi substitusi elektrofilik
Benzena memiliki
rumus molekul C6H6, dari rumus molekul tersebut seyogyanya benzena termasuk
golongan senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Namun ternyata benzena mempunyai
sifat kimia yang berbeda dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Beberapa
perbedaan sifat benzena dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh adalah
diantaranya bahwa benzena tidak mengalami reaksi adisi melainkan mengalami
reaksi substitusi. Pada umumnya reaksi yang terjadi terhadap molekul benzena
adalah reaksi substitusi elektrofilik, hal ini disebabkan karena benzena
merupakan molekul yang kaya electron.
2. Reaksi
Adisi
Reaksi adisi terjadi pada senyawa tak jenuh. Molekul
tak jenuh dapat menerima tambahan atau gugus dari suatu pereaksi. Dua contoh
pereaksi yang mengadisi pada ikatan rangkap adalah brom dan hidrogen. Adisi
brom biasanya merupakan reaksi cepat, dan sering dipakai sebagai uji kualitatif
untuk mengidentifikasi ikatan rangkap dua atau rangkap tiga. Reaksi adisi
secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Adisi elektrofilik
Tahap
reaksi adisi elektrofilik adalah:
Tahap
1: serangan terhadap elektrofil E+yang terjadi secara lambat,
Tahap
2 : serangan nukleofil terhadap karbonium,
Sebagai
contoh apabila etena bereaksi dengan HBr
2. Adisi nukleofilik
Tahap
reaksi adisi nukleofilik adalah:
Adisi
nukleofilik ini khusus untuk HX terhadap senyawa C = C – Z, dimana Z adalah CHO, COR, COOR, CN, NO2, SO2R,
gugus ini mendominasi delokalisasi
elektron pada senyawa intermediet.
3.
Reaksi Eliminasi
Reaksi eliminasi adalah kebalikan dari reaksi adisi.
Dalam reaksi ini terjadi penghilangan 2 atom atau gugus untuk membentuk ikatan
rangkap atau struktur siklis. Kebanyakan reaksi eliminasi menyangkut kehilangan
atom bukan karbon.
1.
Reaksi eliminasi
Bila alkil halida yang mempunyai atom H direaksikan
dengan basa kuat, akan terjadi reaksi eliminasi dan terbentuk alkena. Karena
proton yang dihilangkan terletak pada kedudukan terhadap halogen, maka reaksi
ini disebut eliminasi Bila X adalah halogen, maka reaksi ini disebut dehidrohalogenasi. Eliminasi dapat
pula terjadi bila X adalah gugus lepas yang baik, misalnya –OSO2R, -SR2 dan
-SO2R.
2.
Eliminasi
Reaksi eliminasi terjadi jika 2 atom atau gugus yang
dihilangkan berasal dari atom karbon yang sama. Misalnya t-butoksida akan
menghilangkan proton dari tribromometan (bromoform). Selanjutnya tribromo
karbanion akan kehilangan ion bromida, sehingga terbentuk dibromokarbena, suatu
intermediet yang sangat reaktif, yang dapat ditangkap (trapped) dengan
sikloheksena.
4.
Reaksi Penataan Ulang
Reaksi penataan ulang dapat berlangsung melalui
intermediet, terutama kation-kation, anion-anion atau radikal-radikal. Sebagai
contoh adalah penataan ulang yang melibatkan karbokation, kation 1-propilium
dapat mengalami penataan ulang menjadi kation 2-propilium, yaitu dengan
perpindahan satu atom hidrogen dengan pasangan elektronnya (geseran hidrida)
dari C2 ke karbon C1 karbokationiknya. Hal ini merupakan petunjuk bahwa
kestabilan karbokation sekunder lebih besar daripada primer, tetapi geseran
dalam arah yang berlawanan dapat berlangsung, asalkan dimungkinkan untuk
mencapai kemampuan delokalisasi yang labih besar pada system orbital suatu
cincin benzena. Berikut ditunjukkan terjadinya penataan ulang dari karbokation
tersier sekunder.
Di sini terlihat adanya peluang untuk terjadinya
penataan ulang yang lebih menarik dalam kation terdelokalisasi, misalnya
penataan ulang pada sistem alilik. Sebagai contoh adalah dalam reaksi
solvolisis SN1 dari 3-kloro-1-butena dalam etanol (EtOH). Setelah terbentuknya
karbokation, penyerangan oleh EtOH dapat terjadi pada C1 dan C2, dan ternyata
diperoleh campuran dari kedua eter tersebut.
5.
Reaksi Radikal
Reaksi-reaksi yang melibatkan radikal amat banyak
terjadi dalam bentuk gas, pembakaran senyawa organik hampir selalu merupakan
reaksi radikal. Reaksi radikal juga dapat berlangsung dalam larutan, terutama
jika dilakukan dalam pelarut nonpolar, serta terkatalisis oleh cahaya atau
terjadi penguraian serentak zat-zat kimia yang diketahui akan menghasilkan
radikal itu sendiri, yakni peroksida organik. Ciri khas lain untuk reaksi
radikal adalah bahwa begitu mulai terjadi, reaksi akan berjalan amat cepat
akibat berlangsungnya reaksi-rantai-cepat yang hanya sedikit memerlukan energi,
misalnya pada halogenasi alkana.
Dalam hal ini, radikal yang diperoleh secara fotokimia
yaitu atom brom (Br.) reaksinya
dengan substrat netral R-H akan menghasilkan R.. Radikal ini bereaksi lebih
lanjut dengan suatu molekul netral Br2, dan akan menghasilkan Br. Lagi, daur
ini berlangsung terus menerus tanpa perlu Br. baru lagi. Merupakan ciri khas
pula bahwa reaksi radikal semacam ini dapat dihambat dengan adanya pemasukan
suatu bahan yang dapat bereaksi dengan radikal, misalnya fenol, kinon,
difenilamina. Bahan-bahan ini dapat dipakai untuk menghentikan suatu reaksi
radikal yang tengah berlangsung, sehingga bahan ini disebut penghenti/terminator.
Permasalahannya :
Berdasarkan artikel yang telah saya uraikan diatas pada reaksi radikal umumnya tidak selektif dan begitu mulai
terjadi, akan berjalan sangat cepat karena berlangsung reaksi rantai. Nah bagaimanakah cara agar dapat
menghentikan reaksi radikal tersebut ? Mohon bantuan nya teman-teman untuk menjawab permasalahan ku.
Terimakasih..